
Medan, Antartika Media Indonesia – 19 Februari 2025, Kejadian menghebohkan mengguncang Kota Medan setelah Polrestabes Medan menerbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) pada 30 Januari 2025 dengan Nomor: B/735/I/RES.1.10./2025/Reskrim. SP2HP tersebut diterbitkan melalui Aiptu Sarwedi Manurung dan Penyidik Pembantu Brigadir Momos Tua Sitompul, serta ditandatangani oleh Waka Kasat Reskrim Ajun Kompol Madya Yustadi, SIK.
Dalam surat tersebut, Milva Riosa Siregar sebagai pelapor melaporkan kasus yang berujung pada penetapan enam orang tersangka, yakni Yosua Manalu, Jekson Hasibuan, Edwar Nainggolan, Hotben Siregar, Anto Nababan, dan Edward Hutabarat. Yang mengejutkan, penetapan tersangka ini salah satunya merujuk pada SP2HP A-4.8 Nomor: B/4161/IX/Res.1.10/2021/Reskrim, tanggal 16 September 2021.
Namun, pihak tergugat menyayangkan keputusan ini karena mereka mengaku tidak pernah mengetahui permasalahan tersebut, tidak pernah dipanggil sebagai saksi, maupun dimintai keterangan dalam proses penyelidikan. Keputusan untuk langsung menetapkan mereka sebagai tersangka dinilai sebagai pelanggaran prosedur hukum yang mencederai prinsip keadilan.
Menanggapi hal ini, Ketua DPD Lembaga Antartika (LSM-LBH-MEDIA) Sumatera Utara, Dedy Richardus Sihombing, bersama rekannya, Advokat Samuel Marpaung, SH., C.L.A., serta perwakilan Majelis IRC dan Jemaat yang ditetapkan sebagai tersangka, yang diwakili oleh Edward Hutabarat, mendatangi Polda Sumatera Utara untuk mencari keadilan. Mereka meminta ketegasan dari aparat kepolisian dalam menegakkan hukum yang sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Kehadiran mereka disambut langsung oleh Kabag Wassidik Dit Reskrimum Polda Sumut, AKBP Wahyudi Rahman, SIK. Dalam pertemuan tersebut, AKBP Wahyudi Rahman langsung menghubungi pihak Kasat Reskrim Polrestabes Medan dan menegaskan bahwa prosedur yang dilakukan sudah tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Menindaklanjuti temuan ini, AKBP Wahyudi menyarankan kepada pihak tergugat untuk melakukan upaya hukum Praperadilan (PRAPID) guna memperoleh keadilan. Selain itu, beliau juga menegaskan bahwa penyidik yang terlibat dalam kasus ini berpotensi menghadapi sidang kode etik.
Perkembangan lebih lanjut mengenai kasus ini masih terus dipantau oleh berbagai pihak. Keputusan Polda Sumut untuk membuka jalur praperadilan memberikan harapan bagi para tergugat untuk mendapatkan keadilan yang semestinya mereka peroleh. Masyarakat pun menantikan bagaimana langkah selanjutnya dalam proses hukum yang telah menjadi sorotan publik ini.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi penegakan hukum di Indonesia agar tetap berjalan sesuai dengan asas keadilan dan tidak mencederai hak-hak individu yang menjadi subjek hukum. Publik berharap agar institusi kepolisian dapat lebih profesional dalam menjalankan tugasnya guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan keadilan di negeri ini. (Red)