Jakarta, Antartika Media Indonesia – 1 Pebruari 2025 Aktivis sosial, Ketua Umum ASPRAGI 08 dan Ketua Umum Aliansi Anti Narkoba dan Tindak Korupsi Anggaran (ANTARTIKA), Ramses Sitorus, menyampaikan permasalahan pengelolaan hutan di Indonesia yang diduga banyak merugikan masyarakat adat dan kelompok perhutani setempat. Menurutnya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) perlu segera melakukan evaluasi terhadap legalitas izin yang diberikan kepada korporasi pengolahan hutan. Hal ini menyusul laporan dari berbagai daerah mengenai pembabatan hutan jutaan hektare oleh Koorporasi secara masif yang berdampak pada hilangnya hak masyarakat adat atas wilayah mereka.
Ramses Sitorus miris mendengar dan melihat, bahwa hutan bukan hanya sekadar sumber daya ekonomi, tetapi juga memiliki nilai sosial, budaya, dan ekologis bagi masyarakat adat. “Banyak tokoh adat dan masyarakat yang mengelola hutan secara turun-temurun, tetapi justru mereka yang menjadi korban karena hutan mereka digarap oleh perusahaan besar tanpa mempertimbangkan aspek keadilan,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa keberadaan perusahaan pengolahan hutan harus dipastikan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, bukan sekadar kepentingan bisnis semata dalam bernegara ini.
Lanjut, Ramses menduga ada permainan izin yang membuat perusahaan mendapatkan hak kelola tanpa melalui prosedur yang transparan dan adil. “Kita melihat ada dugaan kuat praktik korupsi dalam penerbitan izin ini. Oleh karena itu, Kementerian ATR harus turun tangan untuk melakukan audit dan evaluasi menyeluruh terhadap izin yang telah diberikan,” tegasnya. Menurutnya, jika dibiarkan berlarut-larut, hal ini dapat memicu konflik agraria yang lebih luas antara masyarakat adat dan pihak perusahaan.
Di beberapa daerah, terutama di Sumatera Utara, Bengkulu, Jambi, Palembang, Lampung dan Kalimantan, serta Papua, pembabatan hutan yang dilakukan oleh korporasi telah menyebabkan berbagai dampak negatif, seperti kerusakan ekosistem, hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat adat, hingga ancaman terhadap keanekaragaman hayati. Ramses mendapat informasi dan data bahwa kasus-kasus seperti ini sering kali luput dari perhatian pemerintah, padahal dampaknya sangat besar bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.
Sebagai solusi, Ramses mendorong Menteri ATR dan Menteri Kehutanan untuk memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap perizinan pengelolaan hutan. Ia juga menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat adat dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan sehingga tujuan merdeka untuk dirasakan oleh masyarakat Indonesia dan bukan hanya Koorporasi “Masyarakat adat sudah terbukti mampu menjaga hutan selama ratusan tahun. Pemerintah seharusnya mendukung mereka, bukan malah memberikan izin kepada korporasi yang merusak ekosistem,” katanya.
Di akhir pernyataannya, Ramses mendesak Kementerian ATR untuk segera membentuk tim investigasi independen, kami juga Lembaga Antartika serta Seluruh Relawan Prabowo-Gibran siap guna mengkaji ulang legalitas perusahaan pengolahan hutan di Indonesia. “Jika ada perusahaan yang terbukti melanggar aturan dan merugikan masyarakat adat, maka izinnya harus dicabut. Kita tidak boleh membiarkan hutan Indonesia hancur karena kepentingan segelintir pihak,” ujarnya. (Red)