
Medan, Antartika Media Indonesia – 20 Februari 2025, Harapan jemaat Gereja IRC untuk mendapatkan keadilan masih menggantung di udara. Sudah hampir tujuh tahun berlalu sejak Pendeta Gereja Asaf T Marpaung melaporkan mantan Bendahara Gereja IRC, Milva Riosa Siregar, ke Polda Sumatera Utara dengan Laporan Polisi Nomor: LP/566/V/2018/SPKT”III”, tanggal 3 Mei 2018. Kasus ini berkaitan dengan dugaan penggelapan dana gereja yang mencapai Rp. 2.922.359.000 (Dua miliar sembilan ratus dua puluh dua juta tiga ratus lima puluh sembilan ribu rupiah). Namun, hingga kini, perkembangan kasus ini masih menjadi misteri yang menyesakkan hati jemaat.
Pendeta Asaf T Marpaung bukanlah sosok biasa. Ia adalah pemimpin rohani yang dikenal selalu berjalan dalam kebenaran dan senantiasa dituntun oleh Roh Kudus dalam setiap langkahnya. Sebagai seorang gembala, ia tidak hanya mengajarkan firman Tuhan, tetapi juga menjadi teladan bagi jemaatnya. Keputusan beliau untuk membawa kasus ini ke jalur hukum bukanlah didorong oleh kebencian, melainkan oleh panggilan iman untuk menegakkan kebenaran dan melindungi umat Tuhan dari ketidakadilan.
Dugaan penggelapan dana ini bukan sekadar angka di atas kertas. Di balik nominal fantastis tersebut, ada harapan jemaat yang sirna, pembangunan gereja yang terhenti, serta kekecewaan mendalam terhadap sistem hukum yang seharusnya melindungi mereka. Jemaat Gereja IRC, yang menjadi korban dalam kasus ini, terus menantikan kepastian hukum yang belum juga tiba.
Dedy Richardus Sihombing, Ketua DPD Lembaga Antartika (LSM-LBH-MEDIA) Sumatera Utara, yang selama ini dikenal sebagai aktivis yang vokal dalam menentang intoleransi dan ketidakadilan hukum, turut menyuarakan keprihatinannya. Ia bersama praktisi hukum Adv. Samuel Marpaung, SH., C.L.A., menyerukan kepada Kapolda Sumatera Utara beserta jajarannya agar segera menindaklanjuti kasus ini dengan serius dan profesional.
“Kami mendesak pihak kepolisian untuk tidak membiarkan kasus ini berlarut-larut. Jangan sampai kepercayaan masyarakat terhadap hukum semakin terkikis. Gereja sebagai tempat ibadah harusnya menjadi simbol keadilan dan kebenaran, bukan justru menjadi korban dari ketidakpastian hukum,” ujar Dedy Richardus Sihombing dengan nada penuh harapan.
Pendeta Asaf T Marpaung tetap teguh dalam imannya, percaya bahwa Tuhan akan membukakan jalan bagi kebenaran untuk bersinar. Ia terus memimpin jemaatnya dalam doa, menguatkan mereka untuk tetap percaya bahwa keadilan akan ditegakkan pada waktu yang tepat.
Jemaat Gereja IRC, yang sebagian besar merupakan masyarakat awam dalam hukum, hanya bisa bertanya-tanya: Mengapa kasus ini seolah dibiarkan? Adakah keadilan hanya untuk mereka yang memiliki kuasa? Ataukah hukum memang tajam ke bawah dan tumpul ke atas?
Dalam setiap doa yang mereka panjatkan, terselip harapan agar keadilan bisa segera ditegakkan. Mereka ingin melihat bagaimana hukum benar-benar bisa berpihak kepada kebenaran, bukan kepada kepentingan segelintir pihak. Kini, semua mata tertuju kepada Kapolda Sumatera Utara dan jajarannya—apakah mereka akan menjawab panggilan keadilan atau justru membiarkan kasus ini tenggelam dalam sunyi?
Hanya waktu yang bisa menjawab, tetapi harapan jemaat tetap menyala, menunggu hari di mana kebenaran akhirnya berbicara. (Red)